Mau Klik dapat duit!!!! Join di sini aja...!!!

Get cash from your website. Sign up as affiliate. vcBux SentraClix

Kamis, 02 Desember 2010

Heavier Than Heaven - Menjelang Kematian Kurt Cobain

Sebelum fajar, Kurt Cobain terbangun ditempat tidurnya. Televisi menyala, menyiarkan acara MTV tetapi tanpa suara. Dia berjalan menuju stereo setnya dan menyetel "Automatic for the People" dari REM, lalu menyalakan sebatang Camel Light dan membaringkan diri ditempat tidur dengan mendekap sebuah kertas ukuran besar dan sebuah pena merah di dadanya. Dalam waktu singkat kertas kosong itu mampu menggugah niatnya untuk menulis, menulis kata-kata yang telah dibayangkannya selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, bertahun-tahun dan bahkan beberapa dekade lamanya, namun dia tidak segera menulis karena kertas besar itu terlihat kecil baginya, terbatas. Sebenarnya dia sudah menulis surat pribadi yang panjang untuk istri dan anak perempuannya yang diletakkan di bawah salah satu dari bantal-bantal yang beraroma parfum Courtney.


“Kamu tahu, aku mencintaimu. Aku mencintai Frances. Aku minta maaf. Tolong jangan ikuti aku. Maaf, maaf, maaf, (berulang kali ia menuliskan kata “maaf” sehingga memenuhi kertas) maafkan aku. Aku akan selalu ada (dicoret) - Aku akan melindungimu. Aku tak tahu kemana aku akan pergi. Tapi aku tak bisa tinggal lebih lama disini.”


Meski berat baginya untuk menulis surat pertama tadi, dia tahu surat kedua yang akan ditulisnya akan sama pentingnya dan dia harus berhati-hati memilih kata-katanya. Lalu dia menulis judul surat itu -“To Boddah”– nama teman khayalannya sewaktu kecil. Dia menggunakan huruf-huruf kecil yang ditulis dengan sangat berhati-hati dan menulis semuanya dalam suatu kesatuan tanpa mengindahkan tanda baca. Dia menyusun kata-katanya secara cermat, untuk memastikan kata-katanya jelas dan mudah dimengerti.


 Detik   detik akhir kematian Kurt Cobain....
To Boddah
Speaking from the tongue of an experienced simpleton who obviously would 
rather be an emasculated, infantile complain-ee. This note should be pretty easy 

to understand. All the warnings from the punk rock 101 courses over the years, 

since my first introduction to the, shall we say, the ethics involved with 

independence and the embracement of your community has proven to be very true. I 

haven’t felt the excitement of listening to as well as creating music along with 

reading and writing for too many years now. I feel guilty beyond words about 
these things. For example when we’re backstage and the lights go out and the 
manic roar of the crowd begins, it doesn’t affect me the way in which it did for 
Freddy Mercury, who seem to love, relish in the love and adoration from the 
crowd, which is somehting I totally admire and envy. The fact is, I can’t fool 
you, any one of you. It simply isn’t fair to you or me. The worst crime I can 
think of would be to rip people off by faking it and pretending as if I’m having 
100% fun. Sometimes I feel as if I should have a punch-in time clock before I 
walk out on stage. I’ve tried everything within my power to appreciate it (and I do, God believe me I 
do, but it’s not enough). I appreciate the fact that I and we have affected and 
entertained a lot of people. I must be one of those narcissists who only 
appreciate things when they’re gone. I’m too sensitive. I need to be slightly 
numb in order to regain the enthusiasm I once had as a child. On our last 3 
tours, I’ve had a much better appreciation for all the people I’ve known 
personally and as fans of our music, but I still can’t get over the frustration, 
the guilt and empathy I have for everyone. There’s good in all of us and I think 
I simply love people too much, so much that it makes me feel too fucking sad. 
The sad little sensitive, unappreciative, Pisces, Jesus man. Why don’t you just 
enjoy it? I don’t know! I have a goddess of a wife who sweats ambition and 
empathy and a daughter who reminds me too much of what I used to be, full of 
love and joy, kissing every person she meets because everyone is good and will 
do her no harm. And that terrifies me to the point where I can barely function. 
I can’t stand the thought of Frances becoming the miseraable, self-destructive, 
death rocker that I’ve become. I have it good, very good, and I’m grateful, but 
since the age of seven, I’ve become hateful towards all humans in general. Only 
because it seems so easy for people to get along and have empathy. Only because 
I love and feel sorry for people too much I guess. Thank you all from the pit of 
my burning, nauseous stomach for your letters and concern during the past years. 
I’m too much of an erratic, moody, baby! I don’t have the passion anymore, and 
so remember, it’s better to burn out then to fade away. Peace, Love, Empathy.
Kurt Cobain.
Frances and Courtney, I’ll be at your altar
Please keep going Courtney, 
for Frances. 

for her life will be so much happier without me.
I LOVE YOU. I LOVE YOU
Translate:
Untuk Boddah

Karena ditulis oleh seorang tolol kelas berat yang jelas-jelas lebih pantas menjadi seorang pengeluh yang lemah dan kenakak-kanakan, surat ini seharusnya mudah dimengerti. Semua peringatan dari pelajaran-pelajaran punk rock selama bertahun-tahun. Setelah perkenalanku dengan – mungkin bisa dibilang – nilai-nilai yang terikat dengan kebebasan dan keberadaan komunitas kita ternyata terbukti sangat tepat. Sudah terlalu lama aku tidak lagi merasakan kesenangan dalam mendengarkan dan juga menciptakan lagu sama halnya seperti ketika aku membaca dan menulis. Tak bisa dilukiskan lagi betapa merasa bersalahnya aku atas hal-hal tersebut. Contohnya, sewaktu kita bersiap di belakang panggung dan lampu-lampu mulai dipadamkan dan penonton mulai berteriak histeris, hal itu tidak mempengaruhiku, laiknya Freddie Mercury, yang tampaknya menyukai, menikmati cinta dan pemujaan penonton. Sesuatu yang membuatku benar-benar kagum dan iri. Masalahnya, aku tak bisa membohongi kalian. Semuanya saja. Itu tidak adil bagiku ataupun kalian. Kejahatan terbesar yang pernah aku lakukan adalah menipu kalian dengan memalsukan kenyataan dan berpura-pura bahwa aku 100 persen menikmati saat-saat diatas panggung. Kadang aku merasa bahwa aku harus dipaksa untuk naik keatas panggung. Dan aku sudah mencoba sekuat tenaga untuk menghargai paksaan itu, sungguh, Tuhan percayalah kalu aku sungguh-sungguh melakukan itu, tapi ternyata itu tidak cukup. Aku menerima kenyataan bahwa aku dan kami telah mempengaruhi dan menghibur banyak orang. Tapi, aku hanya seorang narsis yang hanya mmenghargai sesuatu jika sesuatu itu sudah tidak ada lagi. Aku terlalu peka. Aku butuh sedikit rasa untuk bisa merasakan kembali kesenangan yang kupunya ketika kecil. Dalam tiga tur terakhir kami, aku mempunyai penghargaan yang lebih baik terhadap orang-orang, baik dalam kapasitasnya sebagai pribadi maupun sebagai penggemar, tapi aku tetap tidak bisa lepas dari rasa frustasi, perasaan bersalah pada diriku sendiri, dan empatiku pada semua orang. Semua orang punya sisi baik dan milikku adalah bahwa aku terlalu mencintai orang-orang. Saking cintanya itu membuatku merasa sangat sedih. Aku adalah Jesus man, seorang Pisces yang lemah, peka, tidak tahu terimakasih, dan sedih. Kenapa kamu tidak menikmatinya saja ? tidak tahu. Aku punya istri yang bagaikan dewi yang berkeringat ambisi dan empati dan seorang putri yang mengingatkanku akan diriku sendiri dimasa lalu. Penuh cinta dan selalu gembira, mencium siapa saja yang dia temui karena menurutnya semua orang baik dan tidak akan menyakitinya. Itu membuatku ketakuta sampai-sampai aku tidak bisa melakukan apa-apa. Aku tidak bisa membayangkan Frances tumbuh mennjadi rocker busuk yang suka menghancurkan diri sendiri dan menyedihkan seperti aku sekarang. Aku bisa menerimanya dengan baik, sangat baik, dan aku bersyukur, tapi aku telah mulai membenci semua orang sejak aku berumur tujuh tahun. Hanya karena mereka terlihat begitu mudah bergaul, dan berempati, empati ! Kupikir itu disebabkan karena cinta dan perasaanku yang terlalu besar pada orang-orang. Dari dasar perut mualku yang serasa terbakar, aku ucaokan terimakasih atas surat dan perhatian kalian selama ini. Aku hanyalah seorang anak yang angin-anginan dan plin plan! Sudah tidak ada semangat yang tersisa dalam diriku. Jadi ingatlah, lebih baik terbakar habis daripada memudar. Damai, cinta, empati. Kurt Cobain.


Frances dan Courtney, aku akan berada di altar kalian

Kumohon teruslah hidup Courtney

untuk Frances

untuk hidupnya yang akan lebih bahagia
tanpa aku. AKU CINTA PADAMU. AKU CINTA PADAMU.



Setelah selesai menulis surat, dimasukkannya kedalam saku dan dia bangkit dari tempat tidurnya dan mengambil tas nilon berisi senapan, sekotak peluru dan sebuah kotak cerutu berisi heroin dari lemari bajunya. Dengan perlahan dia berjalan menuruni Sembilan belas anak tangga yang lebar. Akan ada banyak darah, banyak sekali darah dan kengerian yang tidak dia inginkan untuk terjadi didalam rumahnya, karena dia tidak ingin menghantui rumahnya dan meninggalkan anak perempuannya dengan mimpi buruk seperti mimpi-mimpi yang pernah dialaminya.




Kurt melewati dapur, mengambil sekaleng root beer. Dia membuka pintu menuju halaman belakang dan berjalan melewati teras kecil, berjalan dengan santai menuju rumah kaca yang berjarak 20 langkah, menaiki tangga kayu dan membuka pintu menuju taman. Dia duduk di lantai bangunan satu ruangan itu, mengamati keadaan dari pintu depan. Layaknya seorang sutradara hebat, dia sudah merencanakan hal ini sampai pada detail terkecil sekalipun, sudah banyak gladi besih (percobaan bunuh diri) yang dia lakukan beberapa tahun belakangan. Lalu dia mengambil surat dari sakunya, masih ada sedikit ruang tersisa disitu. Dia meletakkannya di lantai dan menulis dengan huruf yang lebih besar - “Kumohon teruslah hidup Courtney, untuk Frances, untuk hidupnya yang akan lebih bahagia tanpa aku. Aku cinta padamu. Aku cinta padamu.” – untuk mengakhiri suratnya.




Dia mengeluarkan senapan dari tasnya. Lalu dia pergi ke wastafel untuk mengambil sedikit air untuk memasak heoinnya lalu duduk kembali. Dia mengeluarkan kotak berisi 25 butir peluru, membuka dan mengambil 3 butir, memasukkannya kedalam magasin, mengokangnya, lalu melepas pengamannya. Dia menghisap Camel Lightnya yang terakhir dan meminum beberapa teguk root beer. Lalu Kurt mengambil plastic kecil berisi heroin pada kotak cerutunya, heroin jenis black tar ala Meksiko seharga 100 dolar – sebuah jumlah heroin yang banyak. Dia mengambil setengahnya, seukuran penghapus pensil, dan meletakkannya diatas sendik. Secara cermat dan sangat ahli Kurt menyiapkan heroin dan alat suntiknya, menyuntikkannya diatas siku. Dia meletakkan alat-alat itu kembali dalam kotak dan merasakan dirinya melayang, secara cepat mengapung dari tempatnya. Kurt menyingkirkan peralatannya, melayang ringan dan makin ringan lagi, sementara nafasnya justru semakin berat. Dengan kekuatan yang tersisa Kurt mengambil senapan yang berat dan mengarahkannya kelangit-langit mulutnya, pelatuknya juga tidak kalah berat dari senapannya. Ini mungkin akan sangat keras; dia sangat yakin akan hal itu. Dan kemudian dia pergi...

R.I.P Mr. Kurt Cobain...!!!

Kamis, 25 November 2010

Misteri Kematian Kurt Cobain

Kurt Donald Cobain, ikon musik alternatif terpenting di masanya, meninggalkan penggemar serta semua orang yang menyayanginya di puncak kesuksesannya bersama Nirvana. Cobain memutuskan mengakhiri hidupnya sendiri dengan mengonsumsi banyak drugs dan dibantu oleh sebuah revolver. Kurt Cobain, yang merupakan aktor dibalik lahirnya musik Grunge ini, sebelumnya memang disinyalir akan melakukan aksi bunuh diri berdasarkan statement-statementnya kepada press, dan juga berdasar ketergantungan akan drugs nya yang amat parah. Ditambah tekanan-tekanan dari reporter tabloid yang tak henti-hentinya membuntuti kehidupannya bersama istrinya, Courtney Love. Dirilisnya album kedua Nirvana, Nevermind justru memperparah keadaan, Cobain semakin menjadi sasaran ekspos pengumpul berita, Cobain pun semakin muak dengan keadaan yang dihadapinya.
Drama kematian Cobain berawal di tahun 1994, ketika Nirvana berada di Munich, Jerman. Cobain didiagnosa menderita bronchitis dan laryngitis yang parah. Ia diterbangkan ke Roma untuk menjalani perawatan, dan beberapa hari kemudian istrinya, Courtney Love megetahui bahwa Cobain mengalami overdosis karena mengonsumsi champagne dengan Rohypnol. Cobain langsung dilarikan ke rumah sakit dan berhari-hari tidak sadarkan diri.
Performance Cobain Bersama Nirvana
Performance Cobain Bersama Nirvana
Kemudian tanggal 18 Maret, Love menelepon polisi dan memberitahu bahwa suaminya mengurung diri di kamar dengan sebuah pistol bersamanya. Polisi berhasil menyita pistol dan beberapa botol berisi pil. Namun Cobain saat itu menyatakan bahwa ia tidak berusaha untuk melakukan tindakan bunuh diri, tetapi hanya sekadar bersembunyi dari istrinya.
Beberapa hari kemudian, Cobain setuju untuk melakukan detox berkat bujukan istri dan orang-orang yang dekat dengannya. Tanggal 30 Maret, Cobain berada di Exodus Recovert Center di Los Angeles, California. Di hari selanjutnya, Cobain melarikan diri dengan memajat pagar setinggi 6 kaki kemudian menaiki taksi dan menuju Los Angeles Airport dan kembali ke rumahnya di Seattle. Di rentang tanggal 2 sampai 3 April, Cobain terlihat di beberapa tempat di sekitar Seattle, namun kerabatnya tidak mengetahui kemana Cobain menghilang.
Revolver Untuk Bunuh Diri
Revolver Untuk Bunuh Diri
Selanjutnya pada tanggal 8 April 1994, seorang tukang listrik menemukan tubuh Cobain di rumahnya di Lake Washington ketika ia datang untuk melakukan pemasangan security system. Tukang listrik itu mengira Cobain sedang tidur sampai ia melihat sebuah revolver yang mengarah ke dagunya. Sebuah surat menjelang kematian juga berada bersamanya. Berikut teks yang ada di surat itu :
To Boddah
Speaking from the tongue of an experienced simpleton who obviously would rather be an emasculated, infantile complain-ee. This note should be pretty easy to understand. All the warnings from the punk rock 101 courses over the years, since my first introduction to the, shall we say, the ethics involved with independence and the embracement of your community has proven to be very true. I haven’t felt the excitement of listening to as well as creating music along with reading and writing for too many years now. I feel guilty beyond words about these things. For example when we’re backstage and the lights go out and the manic roar of the crowd begins, it doesn’t affect me the way in which it did for Freddy Mercury, who seem to love, relish in the love and adoration from the crowd, which is somehting I totally admire and envy. The fact is, I can’t fool you, any one of you. It simply isn’t fair to you or me. The worst crime I can think of would be to rip people off by faking it and pretending as if I’m having 100% fun. Sometimes I feel as if I should have a punch-in time clock before I walk out on stage. I’ve tried everything within my power to appreciate it (and I do, God believe me I do, but it’s not enough). I appreciate the fact that I and we have affected and entertained a lot of people. I must be one of those narcissists who only appreciate things when they’re gone. I’m too sensitive. I need to be slightly numb in order to regain the enthusiasm I once had as a child. On our last 3 tours, I’ve had a much better appreciation for all the people I’ve known personally and as fans of our music, but I still can’t get over the frustration, the guilt and empathy I have for everyone. There’s good in all of us and I think I simply love people too much, so much that it makes me feel too fucking sad. The sad little sensitive, unappreciative, Pisces, Jesus man. Why don’t you just enjoy it? I don’t know! I have a goddess of a wife who sweats ambition and empathy and a daughter who reminds me too much of what I used to be, full of love and joy, kissing every person she meets because everyone is good and will do her no harm. And that terrifies me to the point where I can barely function. I can’t stand the thought of Frances becoming the miseraable, self-destructive, death rocker that I’ve become. I have it good, very good, and I’m grateful, but since the age of seven, I’ve become hateful towards all humans in general. Only because it seems so easy for people to get along and have empathy. Only because I love and feel sorry for people too much I guess. Thank you all from the pit of my burning, nauseous stomach for your letters and concern during the past years. I’m too much of an erratic, moody, baby! I don’t have the passion anymore, and so remember, it’s better to burn out then to fade away. Peace, Love, Empathy. Kurt Cobain.
Frances and Courtney, I’ll be at your altar
Please keep going Courtney,
for Frances.
for her life will be so much happier
without me. I LOVE YOU. I LOVE YOU
Suicide Note Kurt Cobain
Suicide Note Kurt Cobain
Di awal surat, terdapat kata-kata “To Boddah”, yang merupakan nama teman imajinasi Cobain semasa kecil. Kemudian Cobain juga mengutip lirik lagu Neil Young yang berjudul “My My, Hey Hey (Out of the Blue)” : “It’s better to burn out than to fade away”. Selain itu, punggawa band Queen, Freddy Mercury juga disebut-sebut sebagai pembanding dirinya dalam hal mencintai dan menghargai para penggemar.
Cobain diperkirakan telah meninggal tiga hari yang lalu sebelum jenazahnya ditemukan, tepatnya tanggal 5 April 1994. Konsentrasi tinggi dari heroin dan Valium juga ditemukan dari tubuhnya. Tentu saja drugs yang dikonsumsinya saat itu juga berkemungkinan menjadi penyebab meninggalnya ayah dari seorang anak bernama Frances Bean Cobain ini.Berbagai spekulasi bermunculan menyusul kematian Cobain, ada yang mengatakan bahwa Cobain sebenarnya dibunuh oleh orang lain, bahkan Courtney Love disebut-sebut sebagai pelakunya yang melakukan balas dendam kepada Cobain yang sebelumnya mengungkapkan rencana perceraian.
Kurt dan Frances
Kurt dan Frances
Orang yang paling percaya akan adanya konspirasi dalam kematian Kurt Cobain adalah Tom Grant, seorang investigator yang disewa oleh Courtney Love untuk mencari Cobain yang sebelumnya kabur dari tempat rehabilitasi. Grant masih bekerja untuk Love ketika jasad Cobain ditemukan, sehingga ia diberikan akses untuk menganalisis surat kematian tersebut. Ia percaya bahwa surat itu bukanlah sebuah surat kematian, tetapi surat yang menyatakan keinginannya untuk meninggalkan dunia musik, Seattle, dan bahkan istrinya. Ia juga berspekulasi tentang beberapa baris tulisan di bagian paling bawah bukanlah tulisan Cobain yang sebenarnya, dengan alasan beberapa baris itu memiliki gaya penulisan yang berbeda dengan tulisan-tulisan di atasnya. Langkah Grant selanjutnya adalah mengirimkanphotocopy surat kematian itu kepada empat orang ahli tulisan tangan. Hasilnya adalah, satu orang menyatakan bahwa surat itu keseluruhannya ditulis oleh tangan Cobain sendiri, sedangkan tiga orang lainnya menyatakan bahwa sample yang dikirimkan tidak dapat disimpulkan, karena berupa photocopy dari surat aslinya.
Bersama Jim Morrison, Jimi Hendrix, Janis Joplin, dan Brian Jones, Kurt Cobain menjadi musisi lain yang meninggal di usia 27 tahun. Berdasakan buku Heavier Then Heaven, sebuah buku diskografi Kurt Cobain, saudara perempuan Cobain mengungkapkan bahwa ketika Cobain masih anak-anak, ia pernah menyatakan ingin bergabung ke dalam 27 Club, yaitu club musisi yang meninggal di usia 27 tahun.
Sekitar tujuh ribu orang berkumpul di taman Seattle Center mengiringi pemakaman Kurt Cobain pada tanggal 10 April. Berduka akan kematian seorang bintang rock yang mengubah dunia musik di tahun 90an itu. Rest In Peace, Kurt Cobain.

Rabu, 24 November 2010

Heavier Than Heaven

“It's better to burn out than fade away.”


Rangkaian kata tersebut terdengar sederhana. Sangat mudah dipahami dalam makna kiasan. Tapi tidak akan menjadi mudah bila rangkaian kata tersebut tertulis dalam sebuah kertas dengan bercak darah dan helai rambut manusia. Si empunya tergolek disebelahnya dengan luka menganga di kepalanya. Wajahnya nyaris tidak dapat dikenali karena hancur ditembus pelor.


Adalah Kurt Cobain, bocah dari kota kecil Aberdeen yang semasa kecilnya dikenal periang dan selalu mengumbar senyumnya kepada siapa saja. Tidak satupun memperkirakan bocah kecil tampan dengan mata birunya yang indah ini akan menjadi sejarah dalam rentetan cerita music Punk & Rock. Kurt terlahir dengan bakat seni yang mumpuni. Di awal-awal masa kecilnya dia sudah mampu menunjukan kelebihannya itu. Kemampuan dan imaginasinya sangat tinggi. Mulai dari membuat lukisan, memainkan piano sampai membuat video amatir pernah dilakukannya. Sedikit pertanda bahwa kelak ia akan mengguncang dunia dengan musik yang digilai oleh banyak sekali muda mudi di seluruh dunia.



Masa kecil Kurt adalah masa-masa paling bahagia dalam hidupnya, seperti dituturkan dalam catatan pribadinya. Kurt besar dalam lingkungan keluarga yang sangat mencintainya dengan curahan perhatian yang berlimpah -mengingat Kurt adalah bocah tampan yang baik hati dan periang- membuatnya tampil mencolok di setiap pertemuan besar keluarga. Di masa-masa pendidikan dasarnya Kurt yang sangat membenci pelajaran Matematika justru terlihat sangat menonjol dalam mata pelajaran Kesenian. Hingga masa sekolah menengah Kurt cukup popular di kalangan teman wanitanya karena parasnya yang tampan. Meskipun postur tubuhnya relative kecil dibanding teman-teman sebayanya, rambut pirangnya dan mata birunya yang indah menjadi daya tarik tersendiri bagi para wanita. 



Bencana besar kemudian terjadi pada saat Kurt berusia 9 tahun. Kedua orang tuanya bercerai dan mulai saat itu pula rangkaian mimpi buruk Kurt dimulai. Segala bentuk perhatian yang memanjakannya selama ini kontan musnah. Hari-hari ‘gelap’ kemudian membelenggunya. ‘Dibuang’ adalah kata-kata yang sudah sangat dipahaminya. Beberapa bulan menumpang tidur di lorong-lorong apartemen, di ruang tunggu rumah sakit dan di jok belakang mobil adalah sebagian cerita jalanannya. Berpindah dari satu keluarga ke keluarga lainnya dijalaninya selama bertahun-tahun. Tak ada lagi kebahagiaan yang dirasakannya kecuali satu-satunya hal yaitu kemampuan bermusiknya yang semakin menunjukan kemajuan.



Kurt muda kemudian -dengan terpaksa- semakin mantap ‘hidup di jalan’. Pilihan yang tidak mungkin dihindarinya. Lika-liku hidup yang suram, pedih, menyakitkan dan perasaan terbuang kemudian menjadi inspirasi terbesarnya dalam bermusik, satu-satunya tujuan hidup yang paling realistis yang mungkin dimiliknya. Kurt kemudian memilih music sebagai jalan hidupnya. Keras hati dan pendiriannya atas hal tersebut benar-benar ditunjukkannya. Kurt berusaha untuk terus hidup dan menghidupi musiknya dengan berbagai cara. Salah satu cerita yang paling ironis adalah saat dimana Kurt menjadi tukang bersih-bersih di sekolah terdahulunya dimana ia drop out. Sungguh sangat pedih dikatakannya, menyaksikan teman-temannya yang sangat ia kenal sementara ia menjadi tukang bersih-bersih untuk sekolah mereka, sekolahnya juga yang terdahulu. Kurt kemudian membentuk band yang kemudian kita kenal dengan nama NIRVANA dan semakin mantap dalam karir musiknya. Buah kerja kerasnya kemudian dapat dirasakan saat dia menjadi Rockstar di usia 20-an. 



Karir musiknya tidak membuatnya silau, karna Kurt terkenal sebagai seorang yang sangat total dalam bermusik dan jauh sekali dari pemikiran komersil dan popularitas. Kurt dan Nirvana popular dengan sendirinya. Dengan music punk rock trash nya yang unik, Nirvana berubah menjadi band besar yang sangat terkenal dan digandrungi. Bertolak dengan segala gemerlap itu Kurt justru semakin terjerembab dalam dunia narkoba. Bukan merupakan hal baru bila kita bicara soal music rock, maka kita sudah pasti berbicara tentang drugs. Ketergantungan Kurt terhadap drugs semakin menjadi. Kesuraman dan kekacauan semakin menjadi dilemma bagi dirinya. Dalam kemegahannya sebagai rockstar, ia justru merasa terbelenggu dalam perasaan terisolir, sendiri dan tidak memiliki siapapun. Semua kegemerlapan dunia rockstar ternyata bukan mimpi yang diidam-idamkan seorang Kurt. Kebahagiaannya adalah dimensi dimana ia begitu mendapatkan perhatian dan kasih sayang seperti pada masa kecilnya dulu. Dan itu semua adalah hal yang hampir mustahil untuk didapatkannya.



Puncak rasa frustasi dan kebencian Kurt terjadi saat ia singgah di Italia dalam rangkaian tur eropanya. Kurt melakukan percobaan bunuh diri dengan mengkosnsumsi drugs dalam jumlah yang terlampau besar, lengkap dengan surat bunuh dirinya. Dunia tidak mengetahui bahwa itu adalah sebuah percobaan bunuh diri, sehingga di kemudian dalam program-program rehab nya Kurt dianggap pecandu biasa dan belum sampai pada taraf keinginan untuk bunuh diri. Itu merupakan kesalahan besar, karena seseorang pecandu dengan tingkat frustasi dalam level tersebut hanya tinggal menunggu waktu saja untuk kembali melakukannya. Hal itu terbukti beberapa waktu kemudian dalam kesendirian dan keputusasaannya Kurt memutuskan untuk menghabisai hidupnya dengan meledakkan pistol di dalam mulutnya untuk menghancurkan kepalanya. Di usia 27 tahun Kurt ditemukan tidak bernyawa di bagian samping rumahnya lengkap dengan surat bunuh diri seperti yang dibuat sebelumnya. Dan kali ini bukan lagi percobaan melainkan kenyataan. Dunia Grunge, terlebih lagi punk & rock terguncang. Salah satu megabintangnya tewas mengenaskan mengikuti jejak Jim Morison dan Jimmy Hendrix yang menutup usia mereka sendiri dalam usia 27. Sungguh sebuah ironi, di satu sisi kesuraman, kekacauan dan kegelapan hidupnya menjadi inspirasi terbesar berbagai maha karyanya. Namun disisi lain hal tersebut adalah kegilaan yang menggerogoti hidupnya hingga ia memutuskan untuk menghabisi segala penderitaanya, memutuskan untuk terbakar habis daripada memudar.


Buku Heavier Then Heaven -yang judulnya diambil dari salah satu judul tour-tour awal Nirvana- karya Charles R. Cross ini dinobatkan sebagai ‘Best Seller’ oleh The New York Times. Sepadan dengan usaha si jurnalis musik untuk melakukan lebih dari 400 wawancara dan koleksi berbagai informasi selama bertahun-tahun untuk merangkai fakta mengenai perjalanan hidup Kurt Cobain. Kurt Cobain mungkin dikenal banyak orang sebagai individu yang urakan, pemadat ataupun 'orang gagal'. Namun buku ini mampu mengungkapkan sisi lain Kurt Cobain sebagai seorang seniman besar. Sisi lain perkumpulan seseorang yang dengan keras hati berjuang melalui hidupnya yang suram dan kacau dan juga sisi lain pergulatan untuk menggapai mimpi.


Dalam uraian diatas mungkin tidak mencapai satu persen dari keseluruhan isi buku Heavier Then Heaven. Banyak sekali yang ingin saya tuangkan dari buku tersebut dalam resensi ini, namun rasanya tidak mungkin, karna akan menjadi seperti dongeng yang sangat panjang meskipun mungkin tidak akan membosankan karna banyak sekali cerita mengagumkan pun dramatis yang bisa diutarakan mengenai kehidupan salah satu legenda music dunia. Hal-hal yang begitu mendalam diungkap dalam bentuk tulisan. Ya memang begitu mendalam, sampai-sampai ada beberapa resensi terdahulu yang sempat saya baca mengenai buku ini yang memperingatkan siapapun yang membaca buku ini akan kedalaman kisah dan penuturan dalam buku tersebut yang bisa menjadi pemicu perubahan psikologis pembacanya. Saya sendiri kurang paham mengenai hal tersebut, tapi saya yakin bahwa buku ini –terlepas dari objek pembahasannya- memiliki ‘sesuatu’ yang membuatnya layak dikatakan sebagai sebuah karya yang apik.
vcBux SentraClix